Tuesday 31 August 2010

Budaya Lebaran (hari raya Idul fitri)


by: Khoirul Taqwim

Sebentar lagi masyarakat akan di hadapakan lebaran atau disebut dengan hari raya idul fitri, dari peristiwa ini tentunya ada sebagian masyarakat yang sibuk berangkat mudik (pulang kampung), dari perantauan kota pulang kepelosok desa atau lebih tepatnya pulang ketanah kelahirannya, peristiwa ini merupakan budaya masyarakat yang menjadi trend tahunan, sehingga wajar di hari idul fitri ini semakin naik kebutuhan hidup masyarakat, karena budaya lebaran membentuk konsumerisme yang tinggi dalam kehidupan masyarakat desa maupun kota.

Sebelum lebih jauh lagi mengenai budaya lebaran coba pahami terlebih dahulu tentang pengertian hari raya idul fitri, kalau bahasa trend dalam kehidupan masyarakat tradisionalis adalah lebaran, sebenarnya hari raya idul fitri ini merupakan peristiwa tahunan yang tak dapat dipungkiri keberadaannya dan seluruh umat Islam di dunia ini akan segera merayakan hari raya idul fitri yang biasa dianggap hari kemenangan. dilihat dari sisi etimologis Idul fitri berasal dari kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna `kembali’, dari asal kata ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri ini selalu berulang dan kembali datang setiap tahun. sehingga hari raya Idulf fitri itu mempunyai makna kembali kepada fitrah (kesucian),

Hari raya idul fitri merupakan sesuatu yang bersifat kebiasaan (akan terulang dari tahun ketahun) dan perayaan lebaran jatuh pada tanggal 1 Syawal yang selalu dirayakan seluruh umat Islam di dunia, pada waktu kecil saya sering melihat budaya lebaran (idul fitri) yang paling menarik adalah budaya silaturahmi antar keluarga, tetangga dan teman, tetapi saat ini ada pergeseran budaya yang sebagian masyarakat, khususnya anak muda di waktu kebaran menghabiskan di tempat pariwisata atau bentuk hiburan lainnya, inilah suatu pergeseran budaya dalam kehidupan masyarakat dalam menyambut hari raya idul fitri.

Budaya yang menjadi kebiasaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat di hari lebaran yaitu kebiasaan hal yang baru, dari situ membentuk budaya konsumerisme tinggi dalam kehidupan masyarakat, sehingga kita sering melihat masyarakat berbondong-bondong beli baju baru, kerudung baru, celana baru atau bentuk yang sejenisnya yang bersifat baru, peristiwa ini merupakan kebiasaan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga dapat dipastikan para pedagang banyak meraup untung di hari menjelang lebaran ini,

Budaya lebaran adalah pembaharuan atau bisa di sebut kembali kepada kesucian, sehingga di manfaatkan sebagian masyarakat untuk membeli sesuatu yang baru berupa materi yang di anggap perlu untuk menyambut lebaran, bahkan bagi masyarakat jawa dalam menyambut tamu dengan memberikan makanan ringan (jajanan) yang tersedia di kotak-kotak yang ada di ruang tamu dan juga memberikan minuman tea, kopi, sirup atau minuman yang lainnya, sebagai bentuk penyambutan tamu di waktu lebaran dalam budaya masyarakat setempat.

Berbicara tentang lebaran tentunya sesuatu yang punya karakter dan punya nilai lebih dalam hubungan sesama di banding hari-hari yang lain, karena di hari lebaran kita punya budaya saling mema'afkan satu sama lain, sebagai bentuk kebersamaan menuju penyucian diri setelah berpuasa selama bulan ramadhan. Ingat lebaran tentunya ingat kampung halaman bagi para perantau, jadi bersiap-siaplah pulang dengan energi secukupnya dan kebutuhan yang diperlukan untuk menyambut hari raya Idul fitri, dan yang pastinya jalan-jalan di waktu lebaran begitu ramai di penuhi para pemudik dan jangan lupa siapkan uang receh sebab biasanya kalau di kampung para pemudik yang pulang dari kerja akan memberikan uang receh itu untuk anak-anak kecil sebagai uang jajan dan sebagai bentuk hadiah tahunan di hari lebaran yang penuh istimewa bagi yang merasakan indahnya hari lebaran.

Berangkat dari tulisan di atas semoga saja budaya lebaran yang membentuk budaya baru materi fisik, dapat merambah membentuk jiwa kita yang baru, agar lebih baik lagi di banding sebelumnya, dan semoga kita juga dapat memperbarui pikiran yang lebih cerdas dalam menganalisa setiap menjawab persoalan kehidupan. Dan Allah penguasa segala sesuatu, pengatur segala ciptaan, tiada Tuhan selain Dia.

Saturday 28 August 2010

Perang Adalah Rahmat

by: Khoirul Taqwim

Ketika membaca tentang perang sadar atau tidak sadar pikiran kita secara langsung melayang jauh akan terjadinya dampak yang destruktif (merusak), sebab dengan adanya perang tak dapat di pungkiri akan terjadinya hilangnya nyawa, harta benda dan akan terjadi banyak janda-janda dan anak-anak yatim dan masih banyak lagi yang berdampak negatif dari peperangan tersebut, tetapi sebenarnya ada sisi positif dalam perang jika kita mau memahami secara universal.

Sebelum lebih jauh kita membahas tentang perang adalah rahmat, lebih bijaknya kalau kita terlebih dahulu memberikan pengertian perang yaitu sebuah aksi fisik dan non fisik antara dua kelompok atau lebih untuk melakukan dominasi di suatu tempat yang dipertentangkan.namun secara umum perang merupakan pertentangan antar kelompok dalam melakukan suatu gerakan dan yang menjadi penyebab perang adalah adanya perselisihan ideologi yang di pengaruhi sarat kepentingan, keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan, perebutan sumber daya alam di suatu tempat, dan masih banyak lagi yang menyebabkan adanya peperangan.

Perang sudah menjadi ruh sejarah manusia dari generasi ke generasi dalam menjalani hidup, sehingga sejak dahulu kala sampai generasi saat ini kita tak lepas dari generasi yang bebas dari perang, jadi wajar apabila kita selalu melihat perang di belahan dunia, tentunya dari situ akan ada reaksi yang mendukung perang maupun yang menolak adanya peperangan, itulah bentuk keberagaman manusia dalam menafsiri perang, tetapi yang pasti perang sudah menjadi watak manusia dalam berkompetisi, untuk itu perang yang punya nilai rahmat di butuhkan pemikiran yang dalam, sebab tidak semua perang adalah rahmat bahkan perang juga membawa bencana kalau kita tidak memahami perang yang punya nilai kemanusiaan. lalu yang menjadi pertanyaan besar adalah perang yang seperti apa yang mempunyai nilai rahmat? pertanyaan inilah yang nantinya membawa kita dalam pembahasan yang lebih mengkerucut.

Perang yang punya nilai rahmat adalah ketika perang tersebut mengarah menuju tercapainya masyarakat yang damai, adil, makmur dan sejahtera, sehingga terjadinya perang adalah bentuk perwujudan pembebasan masyarakat dari suatu cengkeraman penjajahan, dari peristiwa tersebut kita punya kewajiban perang sebagai tanggung jawab memerdekakan manusia dalam melakukan rekonstruksi di segala aspek kehidupan masarakat, agar terjadi kehidupan yang lebih beradab dan jauh dari sifat kemunkaran. Adanya perang merupakan bentuk efesien dan efektif dalam melakukan sebuah gerakan perlawanan, dalam agama Islam tidak pernah mengajarkan peperangan selain untuk tujuan pembebasan; yaitu: pembebasan dari berbagai bentuk penindasan, diskriminasi dan tindakan melanggar HAM, dan lain sebagainya. Dalam sejarah Islam menegaskan bahwa tentara Islam masuk ke Mesir dengan tujuan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, bahkan di negara kita sendiripun perang juga pernah terjadi saat memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dalam mengusir penjajahan yang menindas masyarakat pribumi.

Jadi ketika perang dikatakan rahmat apabila sesuai dengan nilai kasih sayang dan peduli pada penderitaan orang lain, jika perang yang terjadi tidak punya nilai demikian berarti perang tersebut tidak dapat di katakan rahmat, tulisan singkat ini merupakan ulasan sederhana dalam memahami perang adalah rahmat, agar kita dapat mengambil hikmah dari suatu peperangan dengan arif dan dapat mencapai sifat terpuji dalam diri kita, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk kebenaran dengan anugerah dan kemuliaanNYA.

Friday 27 August 2010

KEBIJAKAN JARINGAN ISLAM TRADISIONAL DALAM MENYIKAPI TRADISI

by: Khoirul Taqwim

Kebijakan JIT dalam menyikapi tradisi pribumi lebih mengedepankan tepa selira (tenggang rasa), sebab bagimanapun juga tradisi merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan dan dimajukan, kita sebagai anak bangsa yang sudah seharusnya berusaha semaksimal mungkin menjaga dan memajukan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat, agar tercipta nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat pribumi yang lebih arif dan bijak, sehingga tradisi pribumi mampu lebih progress dalam mengarungi kehidupan zaman, dan tradisi pribumi agar tidak tergantikan oleh tradisi barat maupun bangsa lain yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.

Sebelum memberi pandangan tentang kebijakan JIT terhadap tradisi, terlebih dahulu memberikan pengertian tentang tradisi itu sendiri, agar dapat memahami apa itu Tradisi ? pengertian tradisi yaitu: gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun. Dan tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.

Pandangan Jaringan Islam Tradisional tentang kehidupan bermasyarakat, tidak hanya ekspresi syari’ah yang memberikan eksistensi ditengah-tengah keberagaman, tetapi memberikan pandangan tentang eksistensi diberbagai sistem sosial, dan pandangan JIT lebih kompleks tentang kehidupan sosial, yaitu merupakan ekspresi nilai-nilai Islam dengan nuansa yang luas dan target yang lebih jelas.

Nilai-nilai tradisi masyarakat diantaranya: Kerjasama atau Tolong menolong diantara sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nilai-nilai yang agung (mulia) yang sudah lama berjalan didalam kehidupan masyarakat tradisional.

Masyarakat tradisional secara nyata membentuk tatanan atas dasar pandangan hidup tepa selira sebagai wujud menuju keadilan sosial, tanpa menghakimi kelompok-kelompok lain yang berseberangan dengan pemikirannya, sebab kebhinekaan merupakan bagian jati diri bangsa yang harus dijaga dan di hormati.

Masyarakat tradisional tidak menyukai adanya keserakahan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil (monopoli) kekayaan yang ada dalam masyarakat pribumi, apalagi terjadi adanya pembunuhan tradisi yang dianggap sacral, sebab bagaimanapun itu merupakan khazanah budaya yang diwariskan para leluhur, penolakan tersebut atas dasar memajukan tradisi sendiri di banding memakai tradisi bangsa lain yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat pribumi.

Keadilan sosial merupakan tujuan masyarakat pribumi, agar tercipta keberlangsungan hidup yang lebih layak, untuk itu tradisi yang dibangun masyarakat liberal yang cenderung mengarah kesistem kapitalisme, tentu itu tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pribumi yang lebih menekankan nilai-nilai kemanusiaan, dibanding kepentingan individu yang melahirkan keserakahan dan cenderung mengarah pengingkaran nilai-nilai kemanusiaan yaitu tentang keadilan sosial yang seharusnya dikedepankkan, bukan memperkaya diri tanpa memperdulikan kehidupan masyarakat yang tidak mampu dari segi ekonomi.

Langkah-langkah Kebijakan jaringan Islam tradisional dalam menyikap tradisi yaitu:

1. Mendorong kemajuan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi, dengan cara memberikan perlindungan dari penghakiman budaya luar yang ingin melakukan tindakan destruktif (merusak) tradisi masyarakat, baik dari paham Liberalisme ala barat, maupun Khilafah ala timur tengah atau tradisi-tradisi dari bangsa-bangsa lain yang ingin menjajah dan mengganti Induk dari tradisi masyarakat pribumi.

JIT bagaimanapun juga mengakui keberagaman masyarakat tradisional, oleh sebab itu JIT menentang adanya monopoli tradisi luar yang membahayakan eksistensi masyarakat tradisonal, apalagi mengganti induk keberadaan tradisi masyarakat pribumi, tentu itu merupakan pembunuhan karakter yang sangat membahayakan dalam kehidupan masyakat.

2. Mengembangkan kompetensi masyarakat dengan tujuan agar tercipta tradisi yang lebih maju, dengan menggali tradisi yang sudah ada dalam kehidupan masyarkat, dan agar dapat mengetahui bahwa tradisinya lebih berharga dibanding tradisi bangsa lain yang cenderung tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat pribumi, sebab watak masyarakat sudah mendarah daging dalam kehidupannya, sehingga apabila induk kebangsaan terganti oleh sistem luar yang cenderung menjajah, tentu akan menghilangkan makna tradisi masyarakat pribumi tersebut.

3. Pada dasarnya pemikiran JIT (Jaringan Islam Tradisional) bertujuan untuk memajukan tradisi yang berasal dari pribumi, dengan cara mengelola melalui pengorganisasian dan lebih mengedepankan Fondasi dasar JIT yaitu tepa selira (tenggang rasa) sebagai wujud mengakui adanya perbedaan yang ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat,

4. Membuat pengawasan terhadap tradisi luar yang mencoba merusak tradisi masyarakat pribumi, Liberalisme, teokrasi maupun isme-isme lain yang dipaksakan masuk dalam tradisi pribumi, padahal tradisi tersebut tidak sesuai dengan karakter bangsa pribumi, maka JIT akan menolak Ide-ide luar tersebut.

Tradisi luar yang ada saat ini, baik berangkat dari Liberalisme maupun paham lain yang lebih cenderung menghakimi tradisi pribumi dengan dalil modern maupun religi, yang sebenarnya telah dibelokkan dari kepentingan kemanusiaan, tetapi sudah dimasuki ranah politik kepentingan mereka, tentu itu menyalahi hakikat kemanusiaan masyarakat pribumi.

Paham dari luar yang sering menyesatkan baik dengan cara pendekatan rasio (akal) maupun pendekatan agama, padahal kepentingan mereka adalah politik dan mengambil kekayaan masyarakat pribumi, tentu itu merupakan penjajahan ala masyarakat luar yang seolah-olah menjadi juru penyelamat, padahal mereka menginginkan sumber daya alam dari bangsa pribumi, Liberalisme dan paham Khilafah dianggap menyalahi induk dari adanya kebhinekaan yang di junjung tinggi masyarakat tradisional, sebab tradisi luar tersebut bertentangan dengan jati diri masyarakat pribumi.

Paham liberal maupun khilafah sering menghakimi masyarakat pribumi atas nama politik maupun atas nama lainnya, dengan menuduh konservatif, fundamentalis dan yang lebih parah lagi menganggap sesat dan mengkhafirkan keberadaan tradisi pribumi, JIT tentunya akan menolak keras pandangan yang demikian,

Jaringan Islam Tradisional akan memberikan pendapat tentang tradisi luar yang berusaha merusak eksistensi masyarakat pribumi, sebab cara tersebut sudah melanggar nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dibangun masyarakat tradisional.

Kebijakan Jaringan Islam Tradisional dalam melakukan tindakan manajemen dengan sistem pengawasan merupakan suatu bentuk proses menjaga atau memfilter pemikiran luar yang cenderung merugikan kepentingan masyarakat pribumi, sebab paham luar tersebut mempunyai tujuan mengambil induk dari eksistensi paham masyarakat pribumi.

Keberadaan JIT yakni berusaha memajukan tradisi dengan cara menggali tradisi pribumi itu sendiri yang lebih kreatif dan inovatif, tanpa menghilangkan nilai-nilai tepa selira yang dibangun masyarakat tradisional sejak pendahulu kita, dengan cara melihat dan menggali kondisi masyarakat pribumi, agar tidak hilang nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kehidupan masyarakat tersebut.